Catatan Pojok
Larung Sastra #5
Rumah Budaya Pantura.
Sejarah mencatat,pesisir utara pulau jawa menjadi pintu gerbang bagi masuknya kesusasteraan dunia,kemudian berakulturasi dengan budaya lokal,hingga melahirkan banyak tradisi kesusasteraan dari tradisi tutur,hingga tulis yang menemukan era kegemilangannya dimasa Singgasari hingga masa perwalian Islam di pulau jawa.
Lahir karya-karya yang monumental di era tersebut,mulai dari Sutasoma,Negarakertagama,Pararotan,suluk-suluk,mocopat,dan syair-syair,serta gubahan dan terjemahan sastra-sastra arab,semuanya dimulai dari pesisir jawa utara yang masyarakatnya mudah bersentuhan dan berdampingan dengan tradisi dan budaya dunia.
Kesusasteraan yang berkembang dinamis dipesisir jawa dalam kurun waktu tertentu sempat pula diabaikan,minimnya pendokumentasian,pelestarian dan pengembangan,menjadikan kesusasteraan pesisiran berserakan seperti tak bertuan,hingga banyak ditemukan artefak kesusasteraan pesisir di negara lain,jauh dari tanah kelahirannya.
Kesadaran untuk menengok dan menilik kebesaran leluhurnya di era milenial ini,baik itu oleh perorangan,atau komunitas sastra menjadikan adanya angin segar bagi usaha pelestarian dan pengembangan sastra pesisir.
Rumah Budaya Pantura,sebuah Rumah bagi pengiat sastra dan kebudayaan di pesisir utara jawa ( Lamongan,Gresik,Tuban dan sekitarnya) ,dalam usaha melestarikan dan mengembangkan sastra pesisir bergerak dinamis dan konsisten terus menyelenggarakan aktivitas kesusasteraan,baik lewat workshop penulisan,diskusi,pengkaryaan dan visualisasi sastra dengan pembacaan karya,audio visual sastra,temu penyair pantura.
Salah satu bentuk pengkaryaan dan pendokumentasian karya sastra pesisir yang terbaru dari Rumah Budaya Pantura adalah mencetak dan menerbitkan kumpulan karya sastra pesisir dalam buku " DESIR PESISIR",sebuah karya bersama yang ditulis oleh beberapa penyair baik yang masih baru hingga yang sudah lama berkarya.
Lingkungan pesisir menjadi tema besar yang diserap dalam gagasan penulisan buku Desir Pesisir,elemen elemen laut,biota laut,kultur sosial kental terasa.Semuanya merefleksikan pesona pesisiran yang begitu penuh keindahan,kekuatan dan nilai nilai luhur.
Kekurangan mungkin harus ada,sebab itu menjadi penanda semangat keberlanjutan proses,baik proses individual penulis-penulisnya,ataupun hal hal teknis dalam penyusunan,salah satunya adalah karya ini belum sepenuhnya mampu merengkuh energi pesisir,menyelami subtansi kedalaman makna elemen-elemen pesisir,teknis penulisan,pilihan kosakata,diksi,idiom lokal,pengertian tentang realitas alam dan sosial pesisir,pengunaan metafora dan mungkin masih banyak hal lain yang kurang disentuh dengan baik.
Terlepas dari itu semua,kumpulan sastra pesisir "Desir Pesisir" menjadi suluh,tungku,galah,jaring,hangat mentari,belaian angin,dan badai yang mampu memberikan manfaat bagi keberlanjutan kesusasteraan pesisir.
Dan,Larung Sastra menjadi keniscayaan yang harus terus bergolak.
Rumah Budaya Pantura menjadi sumber keteduhan dan kehangatan penggiat sastra dan budaya pantura.
Akhirnya,mari melarung sastra...biar menjadi benih,angin,hangat,sejuk,pasir ataupun cadas karang.
Lamongan,25 Juli 2020.
(JUM......)
Label
Rabu, 24 Juni 2020
Sabtu, 20 Juni 2020
Membaca,SURABAYA JOHNNY
membaca,SURABAYA JOHNNY
Karya Bertolth Brecht.
Awal ketika membaca karya ini,yang terbersit dalam benak saya adalah wooow ternyata Brecht akrab dengan Surabaya,setidaknya itu yang terlintas dipikiran saya,menjadikan saya lebih penasaran membaca naskah tersebut.
Surabaya Johnny memang luar biasa,saya merasakan aura kelam yang pekat,sentimentil dan tragis,bukan hanya itu saja berikutnya adalah saya membayangkan bagaimana susahnya membawakan teks ini dalam sebuah panggung pertunjukan,kemampuan dan totalitas pembacanya tentu menjadi syarat mutlak agar bisa membawakan dengan baik dalam panggung pertunjukan,dalam sekian durasi menit,karena memang naskahnya terbilang cukup pendek,dan itu bukanlah hal yang mudah.
Arahan dari sutradara tentunya sangat penting,dalam hal ini adalah bagaimana bisa memunculkan inner dalam aktor,detail detail aspek lainnya juga,ditopang dengan pemilihan tata artistik yg harus mampu melengkapi penampilan aktor dalam bingkai yang utuh.
Jadi,sangat baik bila kita bisa mengapresiasi pertunjukan ini,Teater Tobong menyuguhkan pementasan Surabaya Johnny dalam rangkaian ngamen online dalam rangka memperingati ulang tahunnya yang ke dua puluh,selamat buat Teater Tobong,khususnya buat maestro dan empunya pak Dody Yan Masfa,semoga selalu jaya,sukses dan terus mentransformasikan ilmu berteaternya kepada generasi muda.
Kita bisa menyaksikan Surabaya Johnny di group Nonton Teater Tobong.
Selamat mengapresiasi
https://www.facebook.com/1721520790/posts/10207386030085246/?app=fbl
Karya Bertolth Brecht.
Awal ketika membaca karya ini,yang terbersit dalam benak saya adalah wooow ternyata Brecht akrab dengan Surabaya,setidaknya itu yang terlintas dipikiran saya,menjadikan saya lebih penasaran membaca naskah tersebut.
Surabaya Johnny memang luar biasa,saya merasakan aura kelam yang pekat,sentimentil dan tragis,bukan hanya itu saja berikutnya adalah saya membayangkan bagaimana susahnya membawakan teks ini dalam sebuah panggung pertunjukan,kemampuan dan totalitas pembacanya tentu menjadi syarat mutlak agar bisa membawakan dengan baik dalam panggung pertunjukan,dalam sekian durasi menit,karena memang naskahnya terbilang cukup pendek,dan itu bukanlah hal yang mudah.
Arahan dari sutradara tentunya sangat penting,dalam hal ini adalah bagaimana bisa memunculkan inner dalam aktor,detail detail aspek lainnya juga,ditopang dengan pemilihan tata artistik yg harus mampu melengkapi penampilan aktor dalam bingkai yang utuh.
Jadi,sangat baik bila kita bisa mengapresiasi pertunjukan ini,Teater Tobong menyuguhkan pementasan Surabaya Johnny dalam rangkaian ngamen online dalam rangka memperingati ulang tahunnya yang ke dua puluh,selamat buat Teater Tobong,khususnya buat maestro dan empunya pak Dody Yan Masfa,semoga selalu jaya,sukses dan terus mentransformasikan ilmu berteaternya kepada generasi muda.
Kita bisa menyaksikan Surabaya Johnny di group Nonton Teater Tobong.
Selamat mengapresiasi
https://www.facebook.com/1721520790/posts/10207386030085246/?app=fbl
Jumat, 12 Juni 2020
JUM.....
By: Deni Jazuli
Suatu waktu dimusim yang menggigil,aku bertemu denganmu Jum,disebuah pojok remang sebuah kafe,dari mejaku aku mengintipmu,aku perhatikan matamu yg kecoklatan,alis yg berjajar rapi seperti barisan semut,hidungmu yg tidak begitu mancung,serta bibirmu yg penuh dan seksi kelihatan basah,tp yang menarik adalah barisan gigimu yang berjajar rapi.
Harus kuakui kau tidaklah jelek,namun kelihatan menarik dengan kulit wajah yg lembut.
Ternyata kau mengetahui bahwa aku mengintipmu dari balik kacamata hitamku,saat itu aku memakai kaca mata hitam,meski dalam ruangan yg temaram,ya...aku mengunakan kaca mata hitamku sebagai penutup mata,agar aku bisa sedikit terlelap disofa kafe itu.
Kau mendekatiku dan tertawa..
Tentu saja aku terkaget.
Ternyata aku baru sadar bahwa sepertinya,aku samar samar mengenalmu.
Kata dokter aku didiagnosa menderita amnesia ringan,jadi aku harus sedikit tenang untuk bisa mengumpulkan seluruh ingatanku tentangmu.
Aku teguk sedikit air putih,agar otakku mengalir oksigen.
Ooohh...aku mengenalmu,ya..tidak salah lagi, kau Jum,teman kecilku dulu.
Aku ingat, beberapa kali kita pernah bersepeda dipadang rumput dilereng lereng bukit disekitar kampung kita.
Jum,nasib apa yang membawamu,hingga sampai dikota ini,tempat ini,ternyata dunia tidaklah selebar dan seluas yang kita kira,buktinya ditempat yg aku sendiri merasa terasing,jauh dari kampung dan negeri,aku masih saja bertemu dengan orang sekampungku,dan itu kamu Jum,aku mengira hanya aku sendiri orang asing yg terdampar ditempat ini,jauh...jauh dari negeri dan kampung halaman.
Oh ya Jum,kau tak merasa canggung,kau duduk disampingku,disofa yang sama,kau sandarkan kepalamu disandaran sofa,kau tarik nafas perlahan dan pasti,lalu kau hembuskan,bibirmu tersenyum,aku menyangka kau tentunya merasa bahagia.
Tiba tiba,seakan tak percaya,aku melihat matamu perlahan sembab dan bulir bulir air bening menetes dari matamu yg kecoklatan,jatuh mengalir Perlahan di pipimu.
Belum sempat aku bertanya,kau bangun dan bergegas pergi.
Sebelum beranjak sempat kau berikan kartu kecil yang tertera nomor telfonmu,
"Telfonlah besok,bila kau tidak sibuk",katamu,sambil berjalan pergi.
Jum,saat itulah aku bertemu denganmu lagi.
Diluar hujan mulai deras.
( Bersambung )
Suatu waktu dimusim yang menggigil,aku bertemu denganmu Jum,disebuah pojok remang sebuah kafe,dari mejaku aku mengintipmu,aku perhatikan matamu yg kecoklatan,alis yg berjajar rapi seperti barisan semut,hidungmu yg tidak begitu mancung,serta bibirmu yg penuh dan seksi kelihatan basah,tp yang menarik adalah barisan gigimu yang berjajar rapi.
Harus kuakui kau tidaklah jelek,namun kelihatan menarik dengan kulit wajah yg lembut.
Ternyata kau mengetahui bahwa aku mengintipmu dari balik kacamata hitamku,saat itu aku memakai kaca mata hitam,meski dalam ruangan yg temaram,ya...aku mengunakan kaca mata hitamku sebagai penutup mata,agar aku bisa sedikit terlelap disofa kafe itu.
Kau mendekatiku dan tertawa..
Tentu saja aku terkaget.
Ternyata aku baru sadar bahwa sepertinya,aku samar samar mengenalmu.
Kata dokter aku didiagnosa menderita amnesia ringan,jadi aku harus sedikit tenang untuk bisa mengumpulkan seluruh ingatanku tentangmu.
Aku teguk sedikit air putih,agar otakku mengalir oksigen.
Ooohh...aku mengenalmu,ya..tidak salah lagi, kau Jum,teman kecilku dulu.
Aku ingat, beberapa kali kita pernah bersepeda dipadang rumput dilereng lereng bukit disekitar kampung kita.
Jum,nasib apa yang membawamu,hingga sampai dikota ini,tempat ini,ternyata dunia tidaklah selebar dan seluas yang kita kira,buktinya ditempat yg aku sendiri merasa terasing,jauh dari kampung dan negeri,aku masih saja bertemu dengan orang sekampungku,dan itu kamu Jum,aku mengira hanya aku sendiri orang asing yg terdampar ditempat ini,jauh...jauh dari negeri dan kampung halaman.
Oh ya Jum,kau tak merasa canggung,kau duduk disampingku,disofa yang sama,kau sandarkan kepalamu disandaran sofa,kau tarik nafas perlahan dan pasti,lalu kau hembuskan,bibirmu tersenyum,aku menyangka kau tentunya merasa bahagia.
Tiba tiba,seakan tak percaya,aku melihat matamu perlahan sembab dan bulir bulir air bening menetes dari matamu yg kecoklatan,jatuh mengalir Perlahan di pipimu.
Belum sempat aku bertanya,kau bangun dan bergegas pergi.
Sebelum beranjak sempat kau berikan kartu kecil yang tertera nomor telfonmu,
"Telfonlah besok,bila kau tidak sibuk",katamu,sambil berjalan pergi.
Jum,saat itulah aku bertemu denganmu lagi.
Diluar hujan mulai deras.
( Bersambung )
Kamis, 23 Januari 2020
Senin, 13 Januari 2020
Langganan:
Postingan (Atom)