Rabu, 24 Juni 2020

Catatan Pojok Larung Sastra #5

Catatan Pojok
Larung Sastra #5
Rumah Budaya Pantura.

Sejarah mencatat,pesisir utara pulau jawa menjadi pintu gerbang bagi masuknya kesusasteraan dunia,kemudian berakulturasi dengan budaya lokal,hingga melahirkan banyak tradisi kesusasteraan dari tradisi tutur,hingga tulis yang menemukan era kegemilangannya dimasa Singgasari hingga masa perwalian Islam di pulau jawa.
Lahir karya-karya yang monumental di era tersebut,mulai dari Sutasoma,Negarakertagama,Pararotan,suluk-suluk,mocopat,dan syair-syair,serta gubahan dan terjemahan sastra-sastra arab,semuanya dimulai dari pesisir jawa utara yang masyarakatnya mudah bersentuhan dan berdampingan dengan tradisi dan budaya dunia.
Kesusasteraan yang berkembang dinamis dipesisir jawa dalam kurun waktu tertentu sempat pula diabaikan,minimnya pendokumentasian,pelestarian dan pengembangan,menjadikan kesusasteraan pesisiran berserakan seperti tak bertuan,hingga banyak ditemukan artefak kesusasteraan pesisir di negara lain,jauh dari tanah kelahirannya.
Kesadaran untuk menengok dan menilik kebesaran leluhurnya di era milenial ini,baik itu oleh perorangan,atau komunitas sastra menjadikan adanya angin segar bagi usaha pelestarian dan pengembangan sastra pesisir.
Rumah Budaya Pantura,sebuah Rumah bagi pengiat sastra dan kebudayaan di pesisir utara jawa ( Lamongan,Gresik,Tuban dan sekitarnya) ,dalam usaha melestarikan dan mengembangkan sastra pesisir bergerak dinamis dan konsisten terus menyelenggarakan aktivitas kesusasteraan,baik lewat workshop penulisan,diskusi,pengkaryaan dan visualisasi sastra dengan pembacaan karya,audio visual sastra,temu penyair pantura.
Salah satu bentuk pengkaryaan dan pendokumentasian karya sastra pesisir yang terbaru dari Rumah Budaya Pantura adalah mencetak dan menerbitkan kumpulan karya sastra pesisir dalam buku " DESIR PESISIR",sebuah karya bersama yang ditulis oleh beberapa penyair baik yang masih baru hingga yang sudah lama berkarya.
Lingkungan pesisir menjadi tema besar yang diserap dalam gagasan penulisan buku Desir Pesisir,elemen elemen laut,biota laut,kultur sosial kental terasa.Semuanya merefleksikan pesona pesisiran yang begitu penuh keindahan,kekuatan dan nilai nilai luhur.
Kekurangan mungkin harus ada,sebab itu menjadi penanda semangat keberlanjutan proses,baik proses individual penulis-penulisnya,ataupun hal hal teknis dalam penyusunan,salah satunya adalah karya ini belum sepenuhnya mampu merengkuh energi pesisir,menyelami subtansi kedalaman makna elemen-elemen pesisir,teknis penulisan,pilihan kosakata,diksi,idiom lokal,pengertian tentang realitas alam dan sosial pesisir,pengunaan metafora dan mungkin masih banyak hal lain yang kurang disentuh dengan baik.
Terlepas dari itu semua,kumpulan sastra pesisir "Desir Pesisir" menjadi suluh,tungku,galah,jaring,hangat mentari,belaian angin,dan badai yang mampu memberikan manfaat bagi keberlanjutan kesusasteraan pesisir.
Dan,Larung Sastra menjadi keniscayaan yang harus terus bergolak.
Rumah Budaya Pantura menjadi sumber keteduhan dan kehangatan penggiat sastra dan budaya pantura.
Akhirnya,mari melarung sastra...biar menjadi benih,angin,hangat,sejuk,pasir ataupun cadas karang.
Lamongan,25 Juli 2020.
(JUM......)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Arsip Blog